Foto:123rf.com
TEMANGGUNGZONE - Saking seringnya berada di Temanggung guna melakukan penelitian sebuah Situs Mataram Kuno Liyangan, di Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Membuat Sugeng Riyanto (50) bersama rekan-rekan arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta merasa betah di Kabupaten yang berhawa sejuk itu.
Selalu merasa enggan untuk beranjak dari Liyangan, itulah yang dirasakan pria asal Pejagoan, Kebumen itu, setiap kali melakukan ekskavasi terhadap peradaban yang terkubur material letusan Sindoro seribu tahun Islam itu.
“Saya betah, kerasan tinggal di Temanggung. Ya karena masyarakatnya, alamnya, desa-desanya keren banget. Apalagi ada Situs Liyangan, kalau saya jadi orang Temanggung, saya akan bangga sekali punya Liyangan yang nggak ada di tempat lain,” ujarnya.
Sugeng sudah 24 tahun berpengalaman menjadi arkeolog. Tentu alumni Universitas Gadjah Mada ini telah malang melintang di dunia arkeologi. Namun, dari banyak tempat yang dia teliti, Liyangan salah satu yang membuatnya kagum.
"Di Liyangan ini sangat komplit, ada kompleks percandian tempat peribadatan, kompleks permukiman, hingga kompleks pertanian zaman dulu. Nah, ini salah satu keunikan Liyangan yang belum saya lihat ada di tempat lain,” katanya.
Berkat jasa Sugeng dan para peneliti lain, kini misteri yang menyelimuti situs tersebut lambat laun mulai terkuak. Dari hasil kajian lokasi ini telah dihuni manusia dengan segala peradabannya, pada abad VI, VII, dan IX Masehi, bahkan diperkirakan jauh lebih lama dari itu. Perkembangan ekskavasi, kata Sugeng kini melibatkan lintas sektor.
Artinya tidak hanya ahli arekologi saja, tapi ada ahli arkeobotani yang membantu meneliti taman di sekitar candi, ahli geologi yang meneliti tumpukan material vulkanis dan lain-lain. Kelak melalui penelitian jangka panjang, Liyangan akan dijadikan laboratorium alam tentang kebencanaan, letusan gunung, percandian dan lain-lain.
Source: suaramerdeka.com
Editor come_preat
0 komentar:
Posting Komentar